Visualisasi Catatan Blog Dwitasari

Film Cinta Tapi Beda adalah film yang diadaptasi dari catatan blog karya Dwitasari. Film ini berkisah mengenai percintaan beda agama dua orang manusia. Tokoh perempuan bernama “Diana” adalah perempuan dari suku Manado, dan tokoh laki-laki bernama “Cahyo” adalah laki-laki dari suku Jawa. Keduanya saling mencintai dan menjaga toleransi antara keduanya. Namun, hubungan mereka harus melalui banyak rintangan karena restu keluarga tidak didapatkan. Berbagai peristiwa emosional sempat membuat mereka ragu akan hubungan yang mereka jalin. Akan tetapi, semua itu luluh begitu saja karena mereka memegang teguh apa yang mereka yakini, keluarga mereka pun memberikan restu atas hubungan mereka.

Catatan blog yang ditulis oleh Dwitasari jalan cerita hanya menggambarkan sisi emosional tokoh. Setelah ditelusuri lebih lanjut, di dalam visualisasi film Cinta tapi Beda terdapat penambahan dan pengurangan. Beberapa penambahan yang dilakukan yakni penambahan tokoh pembantu, kejelasan latar, dialog-dialog antartokoh.

Sebagai permulaan, di awal tayangan film ada visualisasi tokoh “Cahyo” yang sedang berkutik dengan kegiatan sehari-harinya, yakni menjadi seorang koki di restoran ternama. Namun, dalam catatan blog Dwitasari, konsep pekerjaan Cahyo tidak disebutkan. Selain itu, pada ending cerita hal yang tergambarkan dalam catatan blog dan film berbeda sekali. Pada catatan blog, ending menunjukkan bahwa tokoh “Diana” dan “Cahyo” tidak memiliki kesempatan untuk bersama karena faktor agama dan adanya ketidaksetujuan keluarga dua belah pihak. Sementara itu, di dalam film sutradara menghendaki tokoh “Diana” dan “Cahyo” untuk bersatu walaupun agama berbeda, dan keluarga dua belah pihak juga merelakan demi kebahagiaan mereka.

Selain itu, dalam blog Dwitasari konflik dibiarkan tersirat untuk mempersilakan pembaca menafsirkan sendiri konflik yang terjadi di cerita tersebut. Sementara itu, dalam film konflik dimunculkan berupa aspek audio-visual. Tokoh diberikan kesempatan untuk menunjukkan emosinya secara langsung lewat ekspresi, tingkah laku, dan gaya berbicara. Setelah diadakan perbandingan, walaupun penyampaian emosi dilakukan dnegan media yang berbeda, emosi yang dialami tokoh sangat terasa sehingga penonton ikut merasa emosional ketika membaca catatan blog Dwitasari maupun menonton film yang telah diadaptasi.

Hal-hal penting yang ditambahkan dalam film tetapi tidak ada di dalam catatan blog Dwitasari yakni dialog emosianal, visual paras tokoh yang mewakili sukunya masing-masing, serta pergulatan antartokoh ketika menghadapi masalah. Di dalam catatan blognya, Dwitasari tidak menyampaikan aspek visual para tokoh karena di dalam salah satu catatannya, dia merahasiakan tokoh yang terlibat dalam catatannya.

Namun demikian, ada hal-hal yang ada di catatan blog Dwitasari yang tidak digarap dalam film. Hal-hal tersebut yakni salah satunya tekanan batin tokoh “Diana” yang sangat terpukul karena masalah percintaannya yang sangat rumit. Tekanan Diana terhadap masalahnya terasa sangat kental karena adanya dramatisasi dari segi bahasa. Sementara itu, dalam film tokoh “Diana” justru memperlihatkan emosinya kepada “Cahyo”. Berbeda dengan di catatan yang Dwitasari buat, tokoh “Diana” memperlihatkan emosinya kepada tokoh “saya” yakni Dwitasari sendiri yang menjadi teman curhat tokoh “Diana”.

Dari beberapa perbedaan tersebut, tampaknya sutradara atau penulis naskah memiliki otoritas untuk menambah dan mengurang peristiwa. Hal tersebut wajar dilakukan karena penyampaian cerita antara karya tulis dan karya visual sangat berbeda. Ada hal-hal tertentu yang harus dilakukan untuk memenuhi kaidah-kaidah dalam memproduksi film, apalagi jika film tersebut diadaptasi dari sebuah karya tulis.

 


Leave a comment